A. Dakwah Nabi Muhammad untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah
Nabi Miuhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah
diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT. Beliau mempunyai kewajiban untuk
membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang
lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di jazirah
Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat
manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT
juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua Rasul
ini telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi
orang yang beriman dan henya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua
Rasul tersebut juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di
Makkah. Namun dengan berjalanya waktu, keimanan masyarakat Makkah
menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung
dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah,
bahkan akhlaknya juga rusak.Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya. Sejak masih kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan kebanyakan orang saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih. Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh kepadanya. Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah, majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad diberi keleluasaan mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki anak-anak yang shalih.
Muhammad mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat. Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan keturunan yang baik. Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam kehidupan hari-hari, Muhammad bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang Muhammad tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, ia berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali membuat humor dan bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya. Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah. Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya. Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar